Jakarta, Kebiasaan marah-marah atau uring-uringan sering dikaitkan dengan penyakit hipertensi atau darah tinggi. Tapi jangan salah, bukan hanya hipertensi yang identik dengan uring-uringan karena penyakit jantung pun bisa disebabkan kebiasaan seseorang yang sering uring-uringan.
"Saat manusia dalam keadaan marah atau stress, ia akan merespons, salah satunya dalam bentuk pemilihan makanan. Dalam keadaan stres, otak cenderung butuh gula lebih banyak," jelas dr Phaidon L Toruan, seorang praktisi hidup sehat saat dihubungi detikHealth dan ditulis Rabu (24/7/2013).
Oleh karena itu dipilihlah makanan yang manis dan bergula seperti donat, martabak, cokelat bergula, minuman manis, atau format gula yang asin seperti gorengan. Gula yang terkandung dalam makanan tersebut bersifat melukai dinding pembuluh darah.
Apalagi dikombinasi dengan goreng-gorengan, maka akan dengan mudah dibentuk sumbatan di sepanjang dinding pembuluh darah. Bila terjadi sumbatan itu, maka ada beberapa penyakit yang bisa ditimbulkan seperti serangan jantung, hipertensi, dan stroke.
Keterkaitan marah-marah dengan penyakit jantung juga dibenarkan dokter spesialis penyakit dalam, Dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH.,MMB. Ia mengatakan sering marah juga menyebabkan orang yang mengidap penyakit jantung terkena serangan jantung. Sebab dalam kondisi marah, kerja jantung untuk memompa darah menjadi lebih cepat.
Maka dari itu, dr Ari menyarankan saat berbicara dengan orang yang memiliki penyakit jantung ucapannya harus pelan-pelan dan diatur sedemikian rupa agar tak memancing amarah orang yang bersangkutan. Tapi tak hanya penyakit jantung, uring-uringan juga berkaitan erat dengan hipetensi atau tekanan darah tinggi.
"Hipertensi sebenarnya bukan penyebab orang marah-marah, justru sebaliknya ketika orang marah-marah hal itu menyebabkan darah tinggi atau hipertensi. Kalau orang sedikit-sedikit marah akhirnya jadi emosi sehingga jadi darah tinggi dan stres adalah salah satu faktornya," jelas dokter yang berpraktik di RSCM/FKUI ini.
Supaya emosi lebih mudah terkontrol, dr Ari menekankan perlu adanya bantuan dari lingkungan sekitar seperti anggota keluarga agar kondisi orang yang bersangkutan bisa dijaga. Sedikit berbeda, dr Phaidon membagi kiat untuk mengontrol emosi melalui rumus bahwa kejadian ditambah dengan respon maka akan menjadi hasil.
"Bila kejadiannya jelek dan respon kita jelek, misalnya dengan uring-uringan dan berbagai perilaku destruktif lain, maka hasilnya bisa dipastikan jelek. Tapi, kalau kejadiannya jelek respons kita bagus, meskipun bisa saja lambat, tapi peluang untuk mendapat hasil yang baik jelas lebih besar," tutur dr Phaidon.
Ia menambahkan, respons positif untuk menghadapi sesuatu yang buruk misalnya saja berdoa, bertemu sahabat-sahabat yang positif, dan mencari solusi pada seorang ahli terkait masalah keuangan, psikologi, atau pekerjaan kantor misalnya. Mencari solusi dari seseorang yang ahli di bidangnya bisa dengan bertemu langsung atau hanya sekadar melalui idenya dalam buku, tulisan, ataupun film.
No comments:
Post a Comment